Protes Kepada Tuhan, Menjemput Kematian

Dalam penderitaan, apakah kematian adalah pilihan terbaik, sedangkan dalam hidup telah kehilangan harapan?! Saya katakan, karena kita bisa menciptakan harapan baru dan untuk meraihnya kembali…Dan bersyukur adalah harapan yang terindah.
*
Dinda duduk di dalam kamarnya. Isak tangis mengiringi kesedihan dan kepedihan hatinya hari ini. Semua disebabkan perlakuan tidak simpati dan olok-olok teman-temannya yang menyakitkan. Perlakuan ini sudah seringkali harus ia terima. Berbagai nasehat dan motivasi telah diberikan kedua orangtuanya.
Namun hanya sebatas demikian, karena mereka lebih banyak tenggelam dalam kesibukannya.
Tetapi hari ini, hatinya benar-benar hancur dan dalam keputusasaan. Namun ia berusaha mengumpulkan kekuatan untuk mengajukan protes Kepada Tuhan yang telah dianggap tidak adil dan mengecewakannya.
“Tuhan, katanya Engkau Maha Adil dan Maha Mengasihi. Tetapi mengapa Engkau menciptakan aku begini jelek sehingga menjadi tertawaan dan olok-olok teman-temanku yang cantik. Katanya Engkau menciptakan setiap manusia pasti ada kelebihannya. Tapi apa kelebihanku? Tubuhku begitu gemuk seperti babi yang siap dipotong, begitu kata temanku. Hidungku tak berbentuk. Mulutku sumbing dan mataku belo. Otakku payah mendekati idiot! Katanya aku harus bisa mensyukuri keadaanku ini. Apa yang pantas untuk aku syukuri?”
Tangisan Dinda tak berhenti juga. Ia mengusap airmatanya. Lalu melanjutkan protesnya.
“Apakah Engkau mendengar teriakkanku ini Tuhan?! Dimana Engkau? Saat aku jadi bahan tertawaan dan hinaan, Engkau hanya diam seribu bahasa. Katanya semua ini ujian. Tapi apakah aku pantas diuji sampai begini? Setiap hari hidup dalam ketersiksaan dalam kesendirian! Tuhan, Engkau telah salah menciptakan aku ke dunia ini. Engkau tidak pernah peduli pada hidupku!
Baiklah, mulai saat ini akupun tidak akan peduli lagi pada diriku!”
Saat bibi hendak menemui Dinda di kamar, ia menemukan Dinda telah terbujur kaku diatas ranjangnya.
“kematian adalah pilihan terbaikku” begitu yang tertulis pada secarik kertas disamping tubuhnya.
Hidup ini memang penuh misteri. Berbagai teori dan kebenaran sepertinya belum mampu untuk menjelaskan. Banyak kebenaran justru kemudian hanya bisa mempersalahkan. Banyak kebenaran yang bisanya mencari pembenaran.
Demikian menyikapi kematian Dinda yang dianggap sungguh malang.
Adakah disekitar kita peristiwa ini?